TIMIKA, pojokpapua.id – Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika akan melayangkan surat resmi kepada Bupati Mimika guna memfasilitasi pemulangan 34 calon tenaga kerja Orang Asli Papua (OAP) yang terlantar di Jakarta Selatan akibat dugaan kelalaian PT Honai Ajikwa Lorentz (HAL).
Hal ini disampaikan Wakil Ketua I DPRK Mimika, Asri Akkas, usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Tenaga Kerja, tim advokasi, dan perwakilan PT HAL di ruang rapat serbaguna DPRK, Kamis (10/4/2025).
“Kami akan menyurati Pemkab Mimika secara resmi agar segera mengambil tindakan, dengan bantuan Disnaker dan Dinsos, untuk memulangkan 34 OAP ini ke Timika,” ujar Asri.
Dalam RDP terungkap bahwa ke-34 calon tenaga kerja tiba di Sidoarjo pada 19 Januari 2025 untuk mengikuti pelatihan yang berlangsung hingga 1 Februari. Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan pelatihan manajemen dan K3, pelatihan tersebut tiba-tiba dihentikan tanpa kejelasan. Akibatnya, peserta terlantar dan diusir dari Hotel Sofia Juanda pada 22 Februari karena keterlambatan pembayaran sewa.
Selanjutnya, mereka tinggal sementara di sekolah yayasan di Sidoarjo. Beberapa peserta kemudian dipulangkan ke daerah masing-masing seperti Lamongan, Timika, Nabire, dan Makassar. Namun, 33 peserta OAP yang tersisa dipindahkan ke mess Lanud Halim Perdana Kusuma pada 19 Maret, tanpa jaminan logistik dan kejelasan status. Pada 5 April, mereka keluar dari mess karena tidak ada pembayaran, dan akhirnya mengungsi ke Asrama Mahasiswa Mimika di Gudang Peluru Selatan, Jakarta Selatan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Mimika, Paulus Yanengga, menegaskan bahwa PT HAL tidak memenuhi persyaratan legal untuk beroperasi.
“Tidak ada satu pun dokumen legal yang dimiliki PT HAL, termasuk kajian akademik dan Amdal. Mereka juga tidak pernah meminta izin perekrutan kepada pemerintah daerah,” jelas Paulus.
Menurutnya, Pemkab Mimika sudah pernah mengundang manajemen PT HAL untuk klarifikasi saat masa penjabat Bupati Valentinus, namun tidak dihadiri oleh pihak perusahaan.
Anggota DPRK, Adrian Thie, menyoroti bahwa sejak awal keberadaan PT HAL sudah diragukan secara hukum dan legalitas. Ia mendesak agar pemulangan calon tenaga kerja segera dilakukan.
Senada, anggota dewan lainnya seperti Antonius Alom dan Dolfin Beanal menuntut agar pimpinan PT HAL diperiksa oleh kepolisian dan Disnaker segera mengambil langkah konkret.
Anggota DPRK lainnya, Rampeyani Rachman, menyebut bahwa kasus ini mencerminkan kelalaian dari dinas terkait karena membiarkan perekrutan oleh perusahaan yang tidak sah secara hukum.
Sementara itu, Tim Advokasi yang diwakili Maria Kotorok menyebut kasus ini sebagai bentuk eksploitasi terhadap anak adat Papua.
“Ini sangat miris. Kami merasa dieksploitasi sebagai anak adat,” kata Maria. Ia menegaskan akan menindaklanjuti kasus ini sesuai hukum dan mendesak penghentian seluruh aktivitas PT HAL.(*)
Komentar