TIMIKA, pojokpapua.id – Sejumlah mama-mama Orang Asli Papua (OAP) yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa dan Masyarakat Timika (SOMAMA-TI) mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika pada Rabu (28/5/2025). Mereka mendesak DPRK segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Pangan Lokal.
Dalam aksi damai ini, mama-mama Papua menyampaikan keresahan mereka atas maraknya pedagang non-OAP yang ikut menjual pangan lokal, seperti pinang, sagu, petatas, keladi, dan daun gatal. Padahal, pangan lokal menjadi satu-satunya sumber penghidupan utama bagi banyak mama Papua.
“Kami tidak menjual sembako, pakaian, atau barang ekspor. Kami hanya jual pinang dan hasil bumi. Tapi kenapa pedagang non-OAP ikut jual pinang juga? Mereka sudah punya banyak barang lain yang dijual,” ujar Nonce Wandikbo, salah satu perwakilan mama-mama.
Mereka menilai, tanpa adanya regulasi yang melindungi pangan lokal, hak ekonomi mama-mama Papua semakin terpinggirkan. Para pendatang tidak hanya menguasai sektor perdagangan umum, tetapi juga merambah komoditas khas lokal yang seharusnya menjadi ruang ekonomi utama bagi OAP.
Dalam pertemuan dengan anggota DPRK Mimika, para perwakilan mama Papua juga mengusulkan agar Perda nantinya turut mengatur lokasi khusus untuk penjualan pangan lokal. Hal ini diharapkan dapat menciptakan keteraturan kota serta memberikan ruang dagang eksklusif bagi mama-mama Papua.
Menurut mereka, wacana Perda ini telah berkali-kali disuarakan saat reses anggota dewan, namun belum juga terealisasi hingga kini. Mereka berharap aksi kali ini menjadi aksi terakhir, dan segera direspons secara konkret oleh DPRK Mimika.
“Kalau tidak juga ditanggapi, kami akan bertindak sendiri agar pangan lokal tidak dijual lagi oleh pedagang non-OAP,” tegas salah satu peserta aksi.
Sementara itu, perwakilan mahasiswa Yoki Sondegau juga menyuarakan desakan serupa. Ia meminta DPRK tidak lagi menunda pengesahan Perda sebagai bentuk nyata perlindungan terhadap identitas dan ekonomi masyarakat asli Papua.
Hal senada disampaikan Jomiu Tabuni, mahasiswa dari STT Walter Post Kampus 5 Timika. Ia menyebut bahwa mama-mama Papua adalah tulang punggung keluarga dan berperan penting dalam membiayai pendidikan anak-anak melalui hasil jualan pangan lokal.
“Mama Papua itu tidak jual pangan lokal di luar Papua. Mereka hanya ada di tanah ini, hidup dari hasil alamnya. Maka sudah semestinya negara dan DPRK hadir melindungi mereka,” pungkas Jomiu.(*)
Komentar