TIMIKA, pojokpapua.id – Dalam upaya melestarikan budaya lokal Amungme dan Kamoro serta meningkatkan kebanggaan terhadap kebudayaan dan produk lokal, Dinas Pariwisata, Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan (Disparbudpora) Kabupaten Mimika mengadakan Festival Budaya Amungme-Kamoro di Lapangan Eks Pasar Swadaya. Acara yang dimulai pada Rabu (26/6/2024) dan akan berlangsung hingga 1 Juli ini dibuka oleh Plt Bupati Mimika, Johannes Rettob, S.Sos., M.M.
Dalam sambutannya, Johannes Rettob menyampaikan bahwa festival ini bertujuan untuk mengangkat dan memajukan nilai-nilai lokal melalui perlindungan, pemanfaatan, dan pembinaan budaya Amungme dan Kamoro. “Kami terus berusaha mengembangkan dan mempertahankan budaya Amungme dan Kamoro dalam bentuk tari, lagu, dan kuliner, salah satunya dengan menggelar festival seperti ini,” ujar Rettob.
Festival ini menampilkan berbagai atraksi budaya, termasuk tari-tarian dari kelompok tari Suku Amungme dan Kamoro, serta partisipasi dari kelompok tari SMP dan SMA. Juga hadir kelompok kuliner Papua, Papua Youth Club, peserta fashion show baju adat Papua, dan stand penjualan dari kelompok pengrajin noken dan ukiran Papua. Pemerintah berharap melalui festival ini, masyarakat dapat lebih mengenal dan mencintai budaya lokal.
Rettob menekankan pentingnya keberagaman kebudayaan sebagai identitas bangsa yang diperlukan untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Langkah-langkah strategis diperlukan untuk pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan guna mewujudkan masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Pemerintah Kabupaten Mimika berupaya mendaftarkan festival budaya dan kekayaan intelektual di Kementerian Hukum dan HAM. Saat ini, sudah lebih dari 10 hak kekayaan intelektual pribadi yang tercatat, namun baru 2 hak kekayaan komunal yang tercatat. “Kami masih berusaha keras supaya budaya Amungme dan Kamoro ini tercatat dan menjadi hak komunal yang tidak bisa ditiru atau digunakan oleh daerah atau negara lain,” kata Rettob.
Rettob menambahkan bahwa peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai pencatatan hak kekayaan komunal ini. Dia mengajak semua pihak untuk saling menghargai dalam keberagaman budaya, suku, dan agama, dan menciptakan Mimika sebagai rumah bersama. “Kita buat Mimika menjadi rumah kita, ini yang paling penting. Kita ciptakan kedamaian, keamanan, dan kecintaan terhadap daerah,” ungkap Rettob.
Ia juga mencatat bahwa dari luas total wilayah Mimika yang mencapai 21 kilometer persegi, sekitar 60 persen adalah kawasan yang tidak boleh dibangun seperti hutan lindung, Taman Lorentz, dan hutan mangrove. Oleh karena itu, kepercayaan diri dan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan untuk membangun daerah ini.(*)
Komentar