TIMIKA, pojokpapua.id – Tragedi kecelakaan lalu lintas yang merenggut tiga nyawa akibat pengaruh konsumsi minuman keras (miras) kembali memicu keprihatinan publik. Menyikapi hal ini, DPRK Mimika mendorong dilakukannya evaluasi terhadap dua peraturan daerah yang mengatur peredaran miras.
Ketua Fraksi Rakyat Bersatu DPRK Mimika, Herman Gafur, Rabu (11/6/2025), menilai bahwa Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang larangan pemasukan, penyimpanan, pengedaran, penjualan, serta produksi miras di Kabupaten Mimika, dan Perda Nomor 13 Tahun 2014 yang berkaitan dengannya, saat ini tidak berjalan efektif.
“Penting bagi pemerintah dan DPRK untuk mengevaluasi Perda miras agar tata niaganya bisa diatur dengan lebih baik. Tidak semua orang bisa bebas memperjualbelikan miras,” tegas politisi Partai Bulan Bintang tersebut.
Herman mengakui bahwa pelarangan total atas peredaran miras sulit dilakukan karena belum ada dasar hukum nasional yang melarang sepenuhnya. Beberapa undang-undang bahkan masih membuka ruang legalitas bagi peredaran miras.
Namun demikian, ia menekankan bahwa tata niaga harus dikendalikan dengan baik, sambil membangun kesadaran di kalangan masyarakat dan pelaku usaha, terutama pengelola ‘toko dingin’, agar lebih selektif dan bertanggung jawab dalam menjual produk beralkohol.
“Evaluasi Perda perlu segera dilakukan agar penertiban dapat berjalan dan tidak menimbulkan dampak sosial yang lebih luas,” katanya.
Ia juga meminta aparat kepolisian dan Satpol PP untuk lebih aktif melakukan operasi penegakan hukum terhadap pelanggaran miras, termasuk pengendara yang terindikasi mengonsumsi miras saat berkendara.
“Kalau sudah terbukti mengonsumsi miras dan menyebabkan kecelakaan, maka aparat harus bertindak tegas,” tegasnya.
Senada, Ketua Fraksi PKB DPRK Mimika, Benyamin Sarira, juga menyoroti pentingnya pengaturan tata niaga miras, khususnya dalam hal pembatasan jam operasional penjualan, agar tidak disamakan dengan komoditas lain seperti sembako.
“Banyak kecelakaan terjadi karena pengaruh miras. Tapi selama ini tidak jelas sanksi bagi penjualnya. Ini yang harus kita atur dengan tata niaga yang lebih tegas,” ujarnya.
Menurutnya, akses masyarakat terhadap miras masih terlalu mudah, dan hal ini harus dikendalikan agar dampak buruknya bisa diminimalisasi.
Benyamin bahkan mengusulkan agar jika terjadi kecelakaan akibat miras, penjualnya dapat dimintai tanggung jawab moral terhadap korban dan keluarga.
“Ini bagian dari keadilan sosial. Jangan hanya pengguna yang disalahkan, tapi seluruh mata rantainya harus diatur,” imbuhnya.
Ia juga mengajak tokoh agama untuk turut berperan dalam menekan budaya konsumsi miras dalam berbagai kegiatan masyarakat.
“Tokoh agama punya tanggung jawab moral untuk mengingatkan umat bahwa miras bukan bagian dari budaya positif. Jangan sampai miras justru jadi simbol pesta atau perayaan,” tutup Benyamin.(*)
Komentar