TIMIKA, pojokpapua.id – Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) Kabupaten Mimika menggelar kegiatan refleksi dan empati bagi 96 pembina asrama pada Selasa (15/4/2025), bertempat di Hotel Horison Diana, Timika.
Kegiatan ini difasilitasi oleh Prof. Dr. Johanis Ohoitimur, Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Harian Yayasan Pendidikan Lokon (YPL). Ia menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program yang telah dilaksanakan pada Juli 2024, yang saat itu berfokus pada pentingnya refleksi bagi para guru dalam penerapan Kurikulum Merdeka.
“Kami merasa penting untuk memperluas pembahasan refleksi ini ke lingkungan asrama. Karena apa yang terjadi di sekolah juga harus sejalan dengan pembinaan di asrama,” jelas Johanis.
Menurutnya, refleksi sangat penting agar para pembina menyadari peran dan tanggung jawab mereka dalam mendampingi anak-anak. Pembina perlu bertanya pada diri sendiri apakah tindakan yang mereka lakukan benar-benar mendukung tumbuh kembang anak, atau justru merugikan.
“Jika ada tindakan kekerasan, yang sangat dilarang di SATP, maka itu perlu jadi bahan refleksi. Tindakan itu harus ditinjau ulang, apakah benar atau justru menyakiti anak,” tegasnya.
Dalam kegiatan ini, para pembina diarahkan untuk melakukan refleksi diri secara mendalam. Setelah itu, mereka didorong mengembangkan pendekatan empatik, yaitu dengan cara mendengarkan anak-anak, menghargai latar belakang budaya, serta memahami sikap dan tindakan mereka.
“Di SATP, kami mendidik dengan hati. Pendekatan kami adalah kelembutan, bukan kekerasan,” imbuh Johanis.
Program ini mendapat dukungan penuh dari Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) serta PT Freeport Indonesia.
Diharapkan, melalui pembinaan berbasis empati dan refleksi ini, anak-anak Papua dapat meraih masa depan yang lebih cerah, karena mendapatkan pendidikan yang menyeluruh—baik di sekolah maupun di asrama.
Selain pelaksanaan program, SATP juga menerapkan sistem evaluasi berkala terhadap kinerja pembina, baik mingguan, bulanan, maupun per semester.
“Jadi, selain ada program kerja, ada juga evaluasi kinerja untuk mengukur kualitas pembinaan. Standar kami adalah mendidik tanpa kekerasan,” jelasnya.
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara terus menerus, baik oleh YPMAK maupun secara internal oleh pimpinan yayasan dan asrama. Jika ditemukan kekurangan, akan segera dilakukan perbaikan.
“Kita ingin tahu, apakah para pembina benar-benar melakukan refleksi atau belum. Karena itu evaluasi harus berkelanjutan,” tutup Johanis.(*)
Komentar