TIMIKA, pojokpapua.id – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mimika memulai sosialisasi dan internalisasi untuk pembuatan dokumen kajian risiko bencana pada Selasa (28/5/2024) di Hotel Grand Tembaga. Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang mewajibkan setiap daerah memiliki dokumen tersebut.
Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Mimika, Roberth Kambu, SE, menekankan pentingnya dokumen kajian risiko bencana sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam pembangunan dan penanggulangan bencana. “Upaya pengurangan risiko bencana membutuhkan kolaborasi dari semua pihak,” ungkap Roberth.
Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Mimika, Bates Hence Suebu, menyatakan bahwa Kabupaten Mimika hingga kini belum memiliki dokumen kajian risiko bencana, padahal dokumen ini sangat penting untuk meminta bantuan kepada BPBD Pusat. “Dokumen ini sangat dibutuhkan sebagai dasar BPBD Mimika ketika akan meminta bantuan kepada BPBD Pusat,” ujarnya.
Dengan dokumen kajian risiko bencana, pemerintah daerah dapat memiliki peta potensi bencana yang berguna bagi dinas maupun pihak swasta untuk mengetahui peta potensi bencana di suatu lokasi. Penyusunan dokumen ini melibatkan kerjasama dengan tim ahli dari BPBD Provinsi Jawa Timur, BPBD Provinsi Papua, dan BPBD Palu, dan dijadwalkan selesai pada bulan Oktober 2024.
Manager Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana BPBD Provinsi Jawa Timur, Dino Andalananto, menjelaskan bahwa dokumen risiko bencana dimulai dengan pembuatan peta Kawasan Rawan Bencana (KRB). “KRB berisi teknis mulai dari ancaman, bahaya, kerentanan, dan kapasitas risiko bencana. Dokumen KRB ini digunakan untuk menilai besaran risiko bencana di daerah,” kata Dino.
KRB akan mencakup peta wilayah dengan ancaman bencana serta masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Hal ini memungkinkan peningkatan kapasitas masyarakat untuk menekan risiko bencana di satu daerah. Proses pembuatan dokumen ini meliputi tahap seminar awal, konsultasi publik, pemetaan wilayah berpotensi bencana baik di kota, pesisir, maupun pegunungan, seminar akhir, dan pengesahan menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Dengan dokumen KRB, dinas-dinas dan pihak swasta dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengembangkan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) yang efektif. “Ini yang akan kita angkat di permukaan, untuk sama-sama kita bisa membangun hubungan kemitraan,” jelas Reynold.(*)











Komentar