TIMIKA, pojokpapua.id – Beberapa bulan terakhir, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) tak hentinya menebar teror. Korban berjatuhan baik dari aparat TNI dan Polri bahkan masyarakat sipil. Ada yang gugur atau meninggal dunia namun ada juga yang tetap bertahan hidup meski sudah digempur senjata. RSUD Mimika, menjadi sasaran rujukan korban baik yang luka dan masih hidup maupun yang sudah dinyatakan meninggal dunia.
Letak Mimika yang strategis dan menjadi penyangga untuk kabupaten bagi daerah pegunungan Papua menjadikan daerah ini sebagai pusat jasa termasuk untuk layanan kesehatan.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mimika milik Pemerintah Kabupaten Mimika memang masih kategori tipe C plus. Meski begitu, rumah sakit yang baru saja mendapat pengakuan akreditasi paripurna ini menjadi pusat rujukan regional baik dari kabupaten di wilayah Papua Tengah tapi juga Nduga bahkan Asmat. Tidak hanya pasien korban penembakan, RSUD Mimika juga menjadi rujukan pasien umum.
RSUD Mimika juga masih terus berbenah. Termasuk membangun gedung Instalasi Rawat Darurat (IRD), fasilitas untuk melayani pasien gawat darurat termasuk korban penembakan yang dievakuasi dari lokasi kejadian seperti Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan dan Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Kadang ada juga dari Kabupaten Injtan Jaya, Provinsi Papua Tengah.
Direktur RSUD Mimika, dr Antonius Pasulu, Sp THT-KL, MKes ketika ditemui Senin (4/12/2023) menyebut tidak ada perbedaan dengan pasien gawat darurat lainnya seperti korban kecelakaan lalu lintas misalnya. Korban penembakan memang selama ini dirujuk ke RSUD Mimika. Karena pertimbangan jarak tempuh dari lokasi kejadian yang terbilang paling dekat serta fasilitas yang sudah memadai.
Begitu mendapat informasi akan adanya korban yang akan dievakuasi, IRD yang memang dibuka 24 jam tentu sudah bersiap. Mulai dari perawat hingga dokter. Begitu pasien tiba, langsung ditangani. Dilakukan triase atau pengelompokan kondisi pasien apakah gawat tidak darurat atau gawat darurat.
Setelah itu dokter akan memeriksa dan memberikan penanganan awal untuk stabilkan kondisi pasien. Pada penanganan awal, dokter UGD melakukan anamnesis atau menggali informasi terkait kondisi sebelumnya yang dialami pasien. Apabila dibutuhkan, maka pemeriksaan penunjang dilakukan seperti radiologi dan laboratorium.
Setelah semua hasil pemeriksaan terkumpul maka dokter melakukan diagnosa. Diagnosa awal itu dilaporkan ke dokter spesialis. Misalnya luka tembak berarti diteruskan ke spesialis bedah untuk selanjutnya memutuskan apakah akan dilakukan bedah. Untuk kondisi tertentu, seperti pasien dengan serpihan proyektil yang terlalu banyak setelah diberi penanganan awal kadang dirujuk ke RSPAD.
Dalam kondisi yang luar biasa, ketika pasien full, RSUD Mimika sudah mengatur tim medis yang on call. Ketika pasien membludak maka beberapa petugas akan dipanggil meskipun bukan jadwal kerjanya. “Mereka datang untuk membantu layanan IRD,” kata Anton Pasulu.
Sementara korban yang meninggal dunia, langsung diarahkan ke kamar jenazah untuk dilakukan pemulasaran. Setelah pemulasaran diserahkan kembali ke satuan jika itu anggota TNI maupun Polri serta ke keluarga jika itu korban dari masyarakat sipil untuk dipulangkan ke daerah asal.
Penanganan korban luka tembak ini rupanya tidak masuk dalam tanggungan BPJS Kesehatan. Rumah sakit sebaga pemberi layanan, tentunya tetap memberikan layanan terlebih dahulu. Terkait administrasi, jika korban sipil biasanya ditanggung oleh Pemda dimana kejadian terjadi. Jika anggota maka satuan yang menanggung atau lewat asuransi dengan sistem klaim. “Tetap kami layani dulu, setelah pasien pulang baru diselesaikan administrasi pembiayaan,” ungkap Anton.
Kunjungan pasien di IRD di RSUD Mimika ada peningkatan. Untuk itu dengan adanya kuota PPPK maka manajemen menambah tenaga terutama dokter. Ada penambahan 6 dokter sesuai hasil perhitungan beban kerja dengan harapan penambahan dokter ini bisa percepat layanan.(*)











Komentar