oleh

Buruh di Timika Demo Tolak UU Ciptaker

TIMIKA, pojokpapua.id – Para buruh dari berbagai aliansi di Mimika memperingati Hari Buruh atau May Day dengan menggelar aksi demo damai yang dipusatkan di Kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten Mimika, Senin (1/5/2023).

Meski hari libur namun perwakilan Pemkab Mimika dalam hal ini Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Mimika, Paulus Yanengga hadir menemui dan menerima aspirasi dari para buruh. Perwakilan manajemen PT Freeport Indonesia yakni Vice President Industrial Relations PTFI, Demi Magai  juga hadir menerima aspirasi buruh.

Setidaknya ada 15 poin tuntutan yang disampaikan oleh buruh baik menyangkut persoalan yang dihadapi buruh secara umum tapi juga persoalan yang dihadapi oleh para pekerja di lingkungan PT Freeport Indonesia.

Tuntutan disampaikan tertulis dan ditandatangani oleh perwakilan PUK SPKEP SPSI PTFI, Luhas Saleo, perwakilan PK FPE KSBSI PTFI, Marmesar Kafiar, Perwakilan SPPMP PTFI, Virgo Solossa, Perwakilan SPM PTFI, Sugihanto dan perwakilan Tongoi Papua, Yones Mayan.

Perwakilan SPPMP PTFI, Virgo Solossa dalam orasinya menyatakan secara nasional buruh menolak Undang Undang Cipta Kerja yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Pasalnya, UU tersebut menandakan negara melegalkan perbudakan moderen melalui sistem kerja outsourcing. Tenaga kerja dikontrak seumur hidup, pesangon dihilangkan, gaji murah dan persoalan lainnya. “Kami minta DPR dan Pemerintah Pusat supaya direvisi,” tegasnya.

Aliansi buruh juga meminta kepada DPRD dan Pemkab Mimika agar segera menetapkan Peraturan Daerah tentang perlindungan tenaga kerja lokal terutama Orang Asli Papua. Sehingga Perda tersebut bisa mengatur dan mengharuskan perusahaan yang beroperasi di Mimika untuk prioritaskan tenaga kerja orang asli papua dan pendatang yang sudah lama tinggal di Papua terutama yang telah terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Mimika.

Hal ini disoroti buruh lantaran selama ini, PTFI termasuk kontraktor dan privatisasinya lebih banyak merekrut tenaga kerja dari luar Papua. Ini menyebabkan tenaga kerja lokal tidak terserap dan mengakibatkan pengangguran tinggi.

Ini juga bisa tergambar dari status kependudukan pekerja di area PTFI yang sebagian besar ber-KTP non Papua. Dari total sekitar 29 ribu karyawan, diperkirakan ada 17 ribu yang terancam tidak punya hak pilih Pemilu karena ber-KTP luar Papua.

Tingginya kasus atau sengketa pekerja di Mimika menjadi perhatian aliansi yang menilai pekerja membutuhkan biaya besar untuk mendapatkan keadilan karena pengadilan hubungan industrial yang berkedudukan di Jayapura. Untuk itu buruh meminta pemerintah segera aktifkan Pengadilan Hubungan Industrial di Mimika.

Menanggapi beberapa tuntutan buruh, Kepala Disnakertrans Mimika, Paulus Yanengga mengatakan mengenai Perda Perlindungan Tenaga Kerja Lokal, Pemkab Mimika telah menyusun draf dan sudah ada di Kementerian Hukum dan HAM. Ia memastikan Perda tersebut akan berpihak kepada tenaga kerja lokal khususnya orang asli Papua.

Sebab selama ini Pemkab Mimika tidak punya kewenangan membatasi perusahaan yang merekrut tenaga kerja dari luar. Dengan adanya Perda, nantinya semua perusahaan wajib merekrut tenaga kerja lokal di Mimika.

Ia mengakui angka pengangguran di Mimika cukup tinggi bahkan mencapai 12 ribu. Apalagi setelah pandemi Covid-19, dimana banyak pekerja kehilangan pekerjanya. Ditambah lagi polemik pekerja di lingkungan PTFI yang belum berakhir sejak aksi mogok kerja ribuan karyawan pada Tahun 2017 dan sampai saat ini belum menemui kejelasan.(*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed