oleh

Soal Besi Tua di Luar Timika, Lemasko Tegaskan Tidak Bertanggungjawab

TIMIKA – Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) dengan tegas menyebutkan jika persoalan jual beli besi tua di luar Timika oleh oknum yang mengatasnamakan lembaga adat adalah tidak benar. Lemasko tidak bertanggungjawab soal aktivitas jual beli besi tua di Jakarta dan sekitarnya maupun Surabaya karena lembaga sama sekali tidak pernah memberikan surat rekomendasi kepada pihak manapun untuk melakukan praktik penjualan besi tua.

Ketegasan soal tidak ikut campurnya Lemasko dalam aktivitas jual beli besi tua di luar wilayah Timika diungkapkan oleh Ketua dan pengurus Lemasko, Gregorius Okoare dalam jumpa pers, Selasa (21/6/2022) di Hotel Serayu.

Gregorius atau yang akrab disapa Gery Okoare menyebut baik dilakukan oleh oknum per orang ataupun kelompok serta masyarakat Kamoro yang membawa nama lima desa di Timika atas nama Frans Tumuka, juga ditegaskan jika ini tidak benar. Oknum tersebut kata Gery bukan kepala suku ataupun ketua yayasan Yu Amako. Selain itu Stefanus Urmami juga bukan lagi pengurus Yayasan Yu Amako. Gery juga menyebut Stefanus Nimaipo ini bukan kepala suku, Philipus Tinaipa dan Paulus Yamiro tidak boleh mengatasnamakan masyarakat lima desa sebagai pemilik hak ulayat besi tua di Jakarta.

“Itu bukan Lemasko, itu kelompok besi tua yang mengatasnamakan dari Lemasko, kita orang Kamoro tidak pernah kirim besi tua, jadi itu bukan besi tuanya masyarakat Kamoro,” tegas Gery.

Besi tua yang selama ini diperjualbelikan di Jakarta maupun Surabaya kata dia adalah milik perusahaan-perusahaan di Indonesia yang dititip di sana.

Lemasko juga kata dia kembali menegaskan jika aktivitas jual beli besi tua di Jakarta jangan membawa-bawa nama lembaga ini, karena pihaknya sama sekali tidak tau menahu dan berurusan dengan hal ini. Para pihak yang ada di Jakarta, Surabaya maupun Papua yang sudah terlanjur membeli besi tua dari oknum-oknum tertentu uang membawa nama lembaga atau pihak-pihak yang merasa dirugikan bisa segera melapor ke pihak kepolisian. “Baik yang ada di Jakarta, Surabaya, Papua, segera pihak-pihak yang merasa dirugikan atas hal ini bisa melapor agar oknum-oknum ini bisa dipenjara, ditangkap karena itu pribadi, Lemasko tidak pernah kasi surat untuk besi tua,” ungkap Gery.

Lanjutnya, lembaga sama sekali tidak mengetahui aktivitas penjualan besi tua di luar Timika. Saat ini pihaknya hanya mengetahui lokasi besi tua di Mile 38 dengan MoU bersama Lemasa. Dengan pembagian yang sama bersama Lemasa, MoU terjadi dengan PT LH Mafamily atas nama Jameludin. Jameludin ditunjuk oleh Lemasa dan Lemasko untuk mengurus penjualan besi tua di Mile 38.

“Jadi besi tua yang kita jalankan itu di Mile 38, hasilnya kita dengan Lemasa bagi dua, uangnya tidak banyak tergantung jenis besi,” ungkapnya.

Pembeli besi tua yang ambil di Mile 38 sebelum dibawa, wajib membayarnya. Hasil dari besi tua yang baru dijalankan selama kurang lebih dua tahun ini dibelikan fasilitas ambulance laut.

Gery juga berkoordinasi denga n PT Freeport soal adanya besi tua yang masih ada di Tembagapura maupun wilayah dataran rendah dapat diberikan kepada lembaga untuk juga dijadikan pemasukan uang ke depan akan digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Senada dengan hal itu, salah satu pengurus Lemasko, Dominikus Mitoro menyebut besi tua yang diperjualbelikan di Jakarta adalah ilegal sebab oknum-oknum yang membawa nama lembaga sama sekali tidak mendapat rekomendasi dari Lemasko. Besi-besi tua yang ada di Jakarta maupun Surabaya ini kata Dominikus adalah alat berat milik beberapa perusahaan yang ada di Indonesia dan bukan milik PT Freeport kemudian diakui adalah hak dari Lemasko. Jika ada penjualan besi tua, itupun dilakukan di Timika secara legal yang hasilnya dibagi dengan Lemasa.

“Kalau ada penjualan besi tua di Jakarta itu tidak benar, dan orang-orang yang ambil uang kepada pembeli itu kita tidak tau, kalau ada yang dirugikan bisa segera lapor ke pihak berwajib agar ditangkap, masukan ke lembaga karena ini bukan uang kecil, ini miliaran,” jelasnya.

Lanjut Dominikus, Lemasko dibawah kepemimpinan Gery Okoare hanya menjalankan program dan anggaran sesuai budget yang diterima dari Freeport. “Kita hanya jalankan program-program untuk melayani masyarakat,” imbuhnya.(*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed