TIMIKA – Pembangunan Pelabuhan Pomako selama ini terhambat karena terkendala status lahan. Adanya pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah membuat pemerintah tak bisa berbuat banyak. Setelah melakukan penyelidikan dan klarifikasi terhadap berbagai pihak, Kejaksaan Negeri Mimika menyatakan adanya permainan mafia tanah di Pelabuhan Pomako.
Dalam jumpa pers yang digelar di kantor Kejari Mimika di Mile 32, Jumat (10/6/2022), Kepala Kejari Mimika, Sutrisno Margi Utomo mengatakan lahan pelabuhan Pomako menjadi salah satu kasus yang ditangani saat ini karena diduga adanya tindak pidana korupsi.
Sutrisno mengatakan pada 23 Oktober 2000, Pemda Mimika telah membentuk panitia pengadaan tanah termasuk mantan Sekda Mimika, Haurissa untuk pembangunan Pelabuhan Pomako sesuai RTRW. Saat itu belum ada jembatan penghubung dan lokasi masih berbentuk hutan. “Jadi tanggal 23 oktober 2000 sudah melakukan pembebasan lahan seluas 5 juta meter persegi atau 500 hektar,” jelasnya.
Sebelumnya, kawasan tersebut masih berstatus hutan lindung. Tapi untuk kepentingan pembangunan maka Pemda Mimika mengusulkan penurunan kawasan menjadi area penggunaan lain (APL).
Pemda Mimika bahkan sudah mengeluarkan anggaran total Rp6.775.130.000 untuk pembebasan lahan kepada masyarakat Hiripau sejak Tahun 2000 hingga 2008. “Pengeluaran itu tercatat tapi hingga saat ini belum disertifikatkan. Penyidik akan cek apakah ada kelalaian atau kesengajaan dari pemerintah,” tandasnya.
Selanjutnya diungkapkan Kajri, pembangunan akan dilakukan. Kementerian Perhubungan sudah alokasikan anggaran tapi kemudian tidak bisa terlaksana karena ada pihak yang menguasai lahan. “Yang mengusai lahan tersebut katakana boleh dibangun tapi bayar dulu kami,” ujar Sutrisno.
Jelas ditegaskan Sutrisno, pembayaran kepada pihak tersebut jelas tidak mungkin dilakukan lagi karena lahan tersebut adalah milik pemerintah daerah yang sudah dibebaskan seluas 500 hektar. Meskipun ada yang mengklaim sudah memiliki sertifikat hak milik dan sertifikat hak guna bangunan.
Adanya penerbitan dan kepemilikan sertifikat hak milik dan sertifikat hak guna bangunan di atas lahan milik pemerintah dikatakannya merupakan sebuah pelanggaran hukum. “Penerbitan sertifikat itu diduga telah terjadi tindak pidana korupsi sehingga mengakibatkan hilangnya aset tanah pemerintah daerah Kabupaten Mimika di lokasi pelabuhan pomako padahal ini kepentingan strategis nasional,” kata Sutrisno.
Ia menyatakan adanya dugaan mafia tanah di Pelabuhan Pomako yang berharap setelah diterbitkannya sertifikat tanah maka bisa menjual tanah kepada pemerintah dengan harga yang lebih mahal.
Mafia tanah ini dikatakan Kajari bisa berasal dari pihak mana saja. Apakah pejabat Pemda Mimika, BPN atau pihak lain. Yang pasti, tindakan mafia tanah telah merugikan negara yang ditaksir mencapai ratusan miliar Rupiah.
“Ini sangat serius karena menyangkut mafia tanah, siapapun di belakang akan kita proses apakah pejabat pemda, BPN atau pihak lain yang akan kita tetapkan tersangka. Instruksi dari Jaksa Agung untuk berantas mafia tanah,” terang Kajari Mimika.(*)
Komentar