oleh

Bupati Mimika Ingatkan Freeport Soal Saham dan Hak Masyarakat Adat

TIMIKA – Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, SE MH menyatakan Kabupaten Mimika sebagai daerah penghasil tambang emas dan tembaga yang dikelola PT Freeport Indonesia, harus mendapatkan haknya. Hak yang dimaksud adalah mengenai saham 10 persen tapi juga hak masyarakat adat.

Bupati Mimik dalam keterangan tertulis yang diterima dari Bagian Humas dan Protokol Setda Mimika, Kamis (28/4/2022) mengatakan, soal saham memang bukan urusan Freeport tetapi urusan pemerintah pusat dan BUMN dalam hal ini Mind Id.

Tapi ia menyatakan bahwa kepemilikan saham Papua tidak berubah yakni 10 persen. Ini menepis pernyataan Juru Bicara PTFI, Riza Pratama yang menyebut saham untuk Papua sebesar 7 persen masing-masing 3 persen untuk Provinsi Papua dan 4 persen untuk Pemkab Mimika.

Yang benar ditegaskan Bupati, sesuai kesepakatan bersama, saham untuk Papua sebesar 10 persen. Kabupaten Mimika 7 persen dan Pemprov 3 persen. Itupun sampai sekarang belum direalisasikan dalam bentuk pembagian dividen oleh Mind ID padahal divestasi saham sudah berlangsung sejak Tahun 2019.

Tidak hanya soal saham, Bupati Eltinus Omaleng yang juga anak adat Amungme mengingatkan perusahaan asal Amerika yang sudah beroperasi sejak Tahun 1967 itu soal hak masyarakat adat, Pasalnya PTFI telah mengekplorasi wilayah adat Namungkawe dan pertambangan Grasberg baik tambang terbuka maupun tambang bawah tanah. Hak masyarakat adat ini kata dia, sampai sekarang belum dituntaskan.

“Alam kami banyak emas dan tembaga, datanya miliaran ton kah, tembaga juga sangat berlimpah. Kalau tidak ada emas dan tembaga dari Grasberg, Freeport McMoran di Amerika Serikat bukanlah perusahaan besar. Oleh karena itu, emas dan tembaga yang Freeport sudah tambang di atas tanah masyarakat adat wajib hukumnya untuk ada kompensasi. Ini perjuangan kami sejak Freeport ada di bumi Cendrawasih. Freeport jangan berpikir kami masyarakat adat lupa. Saya tegaskan bahwa kami akan selalu ingat dan tidak akan pernah lupa, sehingga kami akan terus menuntut kompensasi atas tanah kami,” jelas Eltinus.

Jadi menurutnya, divestasi saham PTFI bukan jawaban dari semua hal. Sebab divestasi 51 persen saham adalah kewajiban Freeport kepada pemerintah RI bukan kepada masyarakat adat pemilik hak ulayat dalam hal ini Amungme dan Kamoro.

Bupati Omaleng menegaskan, masih ada kewajiban lain yang harus dituntaskan terutama hak masyarakat adat yang wajib diikuti oleh Freeport sebagai perusahaan tambang sebagaimana amanat UU Nomor 3 Tahun 2020 tanggal 10 Juni 2020, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. “Masalah antara Freeport dan masyarakat adat selesai jika Freeport sudah membayar kompensasi atas tanah kami,” tegas Eltinus.

Sementara itu manajemen PT Freeport Indonesia yang dikonfirmasi mengenai hal tersebut belum memberikan jawaban atau tanggapan terkait pernyataan dari Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, SE MH. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed