oleh

Soal Ibu Kota Papua Tengah, Yorrys Raweyai: Jangan Ego, Mimika Penuhi Syarat

TIMIKA – Proses pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) provinsi di Papua tengah berlangsung sejak turunnya Surat Presiden ke DPR RI untuk mengesahkan tiga tambahan DOB di Papua yaitu Papua Tengah, Papua Selatan dan Pegunungan Tengah.

Dalam perjalanan muncul gejolak, terutama untuk Provinsi Papua Tengah dimana adanya perebutan ibu kota yakni Mimika dan Nabire. Ada juga gejolak lain yaitu munculnya penolakan dari sebagian masyarakat.

Senator Papua, Yorrys Raweyai yang menjabat sebagai Ketua Komite II DPD RI serta Ketua MPR For Papua dalam kegiatan resesnya di Timika, Jumat (11/3) turut mengomentari terkait perebutan ibu kota Provinsi Papua Tengah.

Menurutnya, masing-masing pihak tidak boleh mempertahankan ego, tapi harus melihat secara objektif demi kepentingan bersama untuk masa depan yang lebih baik. Soal ibu kota Papua Tengah, dari aspek strategis dan kesiapan infrastruktur serta syarat lainnya, Yorrys menegaskan Mimika sudah memenuhi syarat.

Tidak hanya itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Mimika tercatat sebagai kabupaten dengan PAD terbesar di Indonesia. Kedua setelah Kabupaten Badung, Bali. “Faktor itu jadi pertimbangan. Jadi jangan ego, Mimika sudah penuhi syarat,” tegasnya.

Pemekaran ini lanjutnya, suatu proses politik dan hukum yang sudah final, setelah Presiden menandatangani Peraturan Pemerintah tentang revisi kedua terhadap Undang Undang Otonomi Khusus untuk Papua. Dimana dalam  Pasla 76 menekankan bahwa pemekaran dapat dilakukan oleh pusat. Tidak mesti lagi melalui proses dari bawah. “Pemerintah melalui Surpres untuk DPR RI sahkan ada tiga tambahan daerah otonom baru provinsi,” ujarnya.

Mengenai gelombang penolakan, Yorrys kembali mengingatkan bahwa usulan pemekaran dahulu datangnya dari Papua sendiri. Pada Tahun 2018, Gubernur Lukas Enembe bersama unsur MRP dan DPR Papua mengusung konsep Otsus Plus ke DPR. Dimana salah satunya adalah meminta pemekaran. Amanat Presiden bahkan sudah keluar tapi akhirnya kembali moratorium karena keterbatasan anggaran.

“Jadi kalau sekarang mau ditolak, pemerintah jadi bingung, kalian 2018 mendesak, sekarang kalian bilang boleh. Gubernur masih satu loh, bukan gubernur baru. Tapi prinsipnya kami di sana, bagaimana pemerintah pusat harus mampu melakukan sosialisasi untuk membangun presepsi yang sama tentang urgensinya bikin provinsi, itu yang masyarakat ingin tahu,” jelasnya.(*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed