oleh

Bupati Mimika Gratiskan Biaya Sekolah SD Sampai SMA

TIMIKA, pojokpapua.id – Pemerintah Kabupaten Mimika dalam hal ini Bupati Mimika, Dr Eltinus Omaleng, SE MH telah mengambil kebijakan dengan mengalokasikan 20 persen Anggaran Belanja Daerah untuk sektor pendidikan.

Selain untuk pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana sekolah, anggaran ini juga dialokasikan untuk biaya pendidikan lewat Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA).

Kepala Dinas Pendidikan Mimika, Jeni Usmani mengungkapkan anggaran BOPDA baik untuk sekolah negeri maupun swasta telah dinaikkan. Mulai dari tingkat SD, SMP, SMA dan SMK. Jadi dana yang dikelola sekolah kini semakin besar karena ada dana BOS dari pusat dan BOPDA.

Untuk itu, dengan meningkatnya dana untuk sekolah maka Dinas Pendidikan mengambil kebijakan untuk menggratiskan biaya sekolah di seluruh sekolah negeri terhitung mulai 1 Januari 2024. “Jadi misalnya siswa baru tidak ada uang formulir, tidak ada pengembangan dan lain-lain,” katanya.

Tidak hanya itu, Dinas Pendidikan Mimika juga mengalokasikan anggaran untuk pembayaran SPP bagi anak Amungme dan Kamoro yang bersekolah di sekolah yayasan. Sementara pelajar yang ada di pedalaman justru sejak lama sudah mendapatkan pendidikan gratis, bahkan dibantu dalam hal pengadaan seragam sekolah hingga pemberian makanan tambahan.

Kebijakan ini dikatakan Jeny Usmani sebagai upaya Pemkab Mimika dalam memberikan kemudahan bagi masyarakat mengakses pendidikan terutama di sekolah negeri mulai dari SD, SMP bahkan mulai 1 Januari biaya sekolah untuk semua SMA negeri di Mimika sudah digratiskan.

“Masyarakat tidak membayar karena dibiayai oleh pemerintah. Kita berterima kasih kepada Bupati karena dengan adanya mandatory itu cukup biayai semua. Di sekolah ada dana BOS, Bopda. Terus guru honornya tidak dibayar sekolah karena ada ada PPPK dan guru kontrak,” jelasnya.

Sementara untuk sekolah swasta, dikatakan Jeni tidak bisa dipaksakan untuk digratiskan. Tapi sekolah yayasan yang juga mendapat alokasi dana BOS, Bopda bahkan KIP setidaknya bisa mengurangi beban. Misalnya, biaya yang harus dibebankan kepada murid Rp 500 ribu per bulan maka harus dipotong dengan besaran yang ditanggung BOS, BOPDA dan KIP. Selisihnya yang dibayar orang tua.

“Jadi dia tidak bisa general, trus uang BOS dan Bopda itu dikemanakan karena yayasan juga dapat. Jadi tidak ada perbedaan sekolah negeri dan yayasan dalam hal pembiayaan. Karea pembiayaan itu membiayai anak bukan biayai yayasan. Karena yayasan punya AD ART, dana BOS, Bopda itu memudahkan anak dapat akses layanan pendidikan,”  tegasnya.

Bahkan untuk anak Amungme dan Kamoro yang bersekolah di sekolah yayasan akan mendapat biaya SPP sebesar Rp 150 ribu per anak untuk jenjang SD, SMP dan SMA. Sedangkan yang di SMK mendapat SPP Rp 200 ribu per anak.

Jeny menambahkan, penerapan sekolah gratis untuk SMK masih sementara dikaji mengingat besaran biaya yang digunakan karena SMK menerapkan praktek kerja industri. Namun Dinas Pendidikan sedang menjajaki kerja sama dengan lembaga vokasi yang dibangun Kemendikbud di Cimahi. Apakah guru yang akan dikirim untuk pelatihan, atau instruktur yang didatangkan ke Timika untuk melatih guru.

Terkait dengan peningkatan dana BOPDA setiap sekolah, termasuk untuk sekolah pedalaman yang disalurkan dengan sistem block grant bukan berdasarkan jumlah siswa, maka Dinas Pendidikan menekankan sekolah untuk tidak melakukan manipulasi data murid hanya untuk mendapat dana BOS dan BOPDA yang besar. Sebab mark up data siswa yang tidak sesuai data rill berdampak pada IPM dan kinerja pendidikan.

“Jadi itu harus divalidkan, kepala sekolah tidak perlu takut bahwa kekurangan dana. Karena misalnya seragam dibiayai pemerintah, guru diantar, gurunya dikontrak kalau PNS dan PPPK tidak cukup. Jadi tidak ada masalah, tidak perlu menaikkan jumlah murid untuk mendapatkan uang,” ujarnya.

Salah satu alasan sekolah menarik pungutan selama ini adalah untuk membayar guru honor. Jeny Usmani menyatakan bahwa kekurangan guru sesuai kebutuhan akan dijawab dengan pengadaan guru kontrak yang digaji oleh Dinas Pendidikan. Tapi ini khusus untuk sekolah negeri. Dengan begitu, sekolah tidak lagi menggunakan dana BOS dan BOPDA untuk membayar guru honor tapi untuk membiayai anak.

Dengan adanya kebijakan ini, masyarakat diminta turut melakukan pengawasan dan kontrol. Jika masih ada sekolah negeri yang menarik pungutan, maka orang tua diminta melapor ke Dinas Pendidikan.(*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed